Tahun
2000-an adalah tahun mulai bangkitnya industri perfilman Indonesia yang
sudah lama mati suri ditandai dengan munculnya film dengan genre drama
musikal yaitu film Petualngan Sherina atau Joshua oh Joshua. Film ini
adalah film dengan pemerannya yang gak jago akting tapi juga jago nyanyi
dan nari. Setelah itu lagi-lagi industri film Indonesia dibuat
bergairah dengan film fenomal Ada Apa Dengan Cinta.
Tentunya
film-film tadi sedikit banyak memuaskan dahaga dari masyarakat
Indonesia yang sudah lama tidak disuguhi oleh film yang berkualitas.
Sebenarnya masyarakat Indonesia sangatlah antusias untuk menyambut
produksi film-film Indonesia yang berkualitas. Perlahan tapi pasti
industri perfilman Indonesia mulai bangkit lagi sampai sekarang yang
dulu sudah lama mati suri.
Pada
tahun 2017, film remake Pengabdi Setan di tahun 1980-an lagi-lagi
sukses dengan jalan cerita dan atmosfer horror yang apik membuat
penonton hingga empat juta orang terbuai dengan film besutan Joko Anwar.
Film reborn ala Warkop DKI Jangkrik Boss! Part 2 juga mempunyai nasib
baik yang sama. Fantastis! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan
pendapatan yang diraih oleh produser kedua film tersebut. Pendapatan
hingga Rp 155,6 miliar dengan jumlah pentonton hingga empat koma dua
juta orang diraup oleh Rapi Films yang memproduksi film Pengabdi Setan.
Sementara itu, film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 2 produksi
Falcon Pictures meraup uang hingga Rp 151 miliar dengan jumlah penonton
tembus hingga hampir empat koma satu juta .
Pada
tahun 2018 film yang dibuat dari novel karya Pidi Baiq, Dilan 1990
produksi Falcon Pictures dan Maxx Picture juga bisa dibilang sukses
besar. Hanya satu bulan ditayangkan di bioskop, film dengan genre kisah
cinta remaja ala anak SMA ini dipastikan akan mempunyai pendapatan yang
amat sangat spektakuler dengan jumlah penonton hingga saat ini tembus
enam juta penonton. Statistik ini hampir sama dengan jumlah penonton
yang diraih oleh Film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 pada
tahun 2016 dengan jumlah penonton hampir tujuh juta dengan pendapatan
hampir menyentuh angka Rp 241 miliar.
Bangkitnya
film Indonesia ini juga berhasil mencetak rekor atau sejarah baru di
dunia perfilman Indonesia. Selain empat film di atas, banyak
jugafilm-film Indonesia yang bisa menyihir penonton untuk mau menonton
di Bioskop dengan rata-rata di atas dua juta orang, diantaranya: Ada Apa
Dengan Cinta, Laskar pelangi, Ayat Ayat Cinta, dan Danur: I Can See
Ghost.
Fenomena ini adalah keberhasilan film-film Indonesia yang bisa menjadikan potensi cukup besar bagi perusahaan di Indonesia maupun mancanegara untuk menjadikan industri perfilman Indonesia sebagai ranah bisnis yang cukup luar biasa. Animo besar penonton akan bisa disedot dengan produk-produk yang berkualitas dengan artis favorit. Hal ini akan memebuat film Indonesia menjadi tuan di negerinya, bukan hanya sebagai tempat pemasaran untuk film luar negeri. Kebangkitan ini bisa memberikan kesempatan bagi para investor atau si empunya modal dalam industri film Indonesia untuk berinvestasi (syukur-syukur bisa berlomba-lomba dalam hal investasi).
Dengan
dibukanya Daftar Negatif Investigasi (DNI) bisa jadi angin segar untuk
para pemilik modal asing yang ingin melakukan investasinya. Kesempatan
ini dapat membuka luas pasar dan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
dari pihak asing untuk kontribusinya kepada industri perfilman
Indonesia karena sebelumnya yang dominan adalah investor dalam negeri.
Dengan adanya DNI, semoga semakin banyak investor asal mancanegara yang
mau berinvestasi agar semakin maju perfilman Indonesia.
Tentunya
keberhasilan film di Indonesia juga tidak lepas dari ketersediaan media
untuk tempat menonton, yaitu layar Bioskop. Pada saat saya masih On The
Job Training saja tahun 2015 masih belum ada bioskop di Padang
sedangkan sekarang sudah tersedia, tentunya hal ini termasuk kabar
gembira bagi pecinta film termasuk bagi saya. Mesikpun sudah memasuki
era digital, layar bioskop tidak akan dengan mudah tergeser, jumlah
penonton setia masih banyak, belum lagi jika akhir pecan ingin menonton
film bersama keluarga atau teman. Mungkin pemerintah harus
mempertimbangkan untuk mendorong pengusaha dalam (dan luar) negeri untuk
membuka bioskop secara merata di daerah-daerah Indonesia (tidak hanya
kota besar, yang keberadaan bioskop bisa dikatakan menjamur).
Selain
media untuk penjualan film, produksi dan kreativitas para sineas juga
harus ditingkatkan agar film yang dihasilkan tidak hanya itu-itu saja.
Hal ini bisa diwujudkan dengan dibukanya sekolah film yang lebih banyak
dan dibukanya jurusan atau prodi di perguruan tinggi. Saya yakin, minat
anak muda Indonesia juga tinggi untuk mendalami masalah film Indonesia,
buktinya semakin banyak anak muda yang berprofesi sebagai youtuber.
Sebagai
penikmat film Indonesia, saya berharap industri perfilman Indonesia
semoga semakin maju dengan karya anak bangsa yang luar biasa.
0 comments:
Post a Comment