Monday, March 19, 2018

Energi Tanpa Batas, Tetapi Kenapa Krisis Energi?

Beberapa berpendapat bahwa sumber energi kita di bumi ini terbatas, maka dari itu kita harus mulai berhemat dalam penggunaannya agar generasi kedepannya dapat menikmati kelimpahan energi seperti kita sekarang. Kalimat ini selalu diumbar – umbarkan sampai ada istilah “Sustainable Development” yang menjadi kata kunci untuk setiap kegiatan yang mengedepankan teknologi dan pengelolaan hijau. Namun pertanyaan adalah berapa lama sumber energi kita akan tetap ada?  

Semenjak era revolusi industri, kita mulai mengenal kemampuan luar biasa emas hitam ini dalam menggerakkan peradaban. Kita sudah sangat terbiasa dengan sumber energi ini seakan menjadi darah dalam urat nadi. Ketebiasaan ini membuat suatu kondisi dimana manusia berevolusi menjadi makhluk hidup yang sepesialis dalam memperoleh sumber energinya. Namun satu hal yang fatal adalah ketika kita, manusia, sudah terlalu bergantung pada satu sumber energi, kita akan sangat sulit untuk menerima kenyataan bahawa satu – satunya energi dalam penggerak peradaban ini akan habis dalam waktu dekat. Ada sebuah pernyataan, jika laju konsumsi minyak bumi dipertahankan maka dalam hitungan 42 tahun niscaya akan habis semua cadangan minyak bumi di dunia. Untuk gas alam sekitar 61 tahun dan batu bara 133 tahun lagi akan habis.

 
 Manusia berdaptasi. Dengan beradaptasi manusia menyesuaikan kebutuhannya dengan sumberdaya yang ada. Namun memasuki era globalisasi, beberapa berpendapat berbeda dan menyangkal bahwa manusia tidak lagi berdaptasi sesuai lingkungannya, melainkan lingkungan sekitar manusia lah yang diubah sesuai kebutuhannya. Pernyataan ini berkaca pada realitas bahwa manusia zaman sekarang dapat merubah bentang alam dalam skala yang menakutkan. Manusia dapat membelah gunung kapur menjadi setengah, mengubah hutan menjadi lahan tambang dengan luas ratusan hektar, dan sekarangpun NASA (Badan Antariksa Amerika) sudah mulai merencakan untuk terraforming planet Mars. Karena sumber energi seperti minyak bumi, batu bara, dsb manusia bisa melangkah maju ke suatu tempat yang sebelumnya tidak pernah terlintas dalam pikiran Thomas Alfa Edison. Sebuah film documenter yang berjudul “The Inconvenient Truth ” dimana Al Gore menekankan bahwa manusia sedang menguji ambang batas bumi dengan segala kemajuannya teknologinya. Salah satu penyataannya yang diambil dari satu sosok terkemuka di Inggris pada masa perang dunia, Winston Churcill, “ The era of procrastination, of half-measures, of shooting and baffling expendients, of delays, is coming to a close. In its place we are entering a period of consequences.”. Konsekuensi yang saya maksud dalam paper ini adalah konseskuensi dari aktifitas manusia yang terlalu bergantung pada energi fosil dan ketidak siapan untuk menyambut energi alternatif.

Energi aternatif merupakan sumber energi yang tidak berbasis pada bahan bakar fosil. Penemuan bahan bakar alternatif ini menjamur semenjak isu – isu besar dunia mengenai energi krisis melanda. Kebanyakan energi – energi baru ini berasalkan dari energi yang dapat diperbaharui dan sebagian bahan bakar buatan rumah tangga. Permasalahan dari sumber energi yang terbaharui kebanyakan tidak dapat memenuhi permintaan pasar dalam kuantitas yang besar. Beberapa sumber energi terbaharui yang dapat dihasilkan dalam skala besar seperti angin, panas, gelombang dan cahaya matahari, menghadapi hambatan dalam teknologi yang digunakan untuk dikonversikan menjadi energi siap pakai. Saya akan coba menyoroti satu jenis sumber energi yang terbaharui, yaitu cahaya matahari. Manusia pada saat ini sudah memiliki teknologi untuk mengumpulkan cahaya matahari dan mengubahnya menjadi listrik. Teknologi ini dinamakan photovoltaic. Terbuat dari lapisan silicon tipis, menjadi konduktor yang menangkap energi photon pada siang hari. Elektron yang terlepas akibat benturan dengan energi photon menyebabkan elektron terlepas dari unsur silicon dan menghasilkan energi. Namua efisiensi dari teknologi ini hanya mencapai 21% untuk produksi komersial. Ditambah lagi hargnya yang cukup terbilang mahal untuk memperoleh barang tersebut dan masa operasional 10 tahun dengan pemakaian 90% kapasistas pembangkit listrik. Untuk ukuran rumah normal di Amerika membutuhkan listrik 20 – 24 kWh seharinya. Jika sebuat panel surya dapat memproduksi 4kW, maka kisaran harga untuk membeli panel surya sekitar $15,000 - $20,000.

Dari pemaparan singkat ini, saya berpendapat bahwa sebenarnya kita tidak berada dalam kondisi kekurangan energi sumber daya atau krisis energi, tetapi kebiasaan kita untuk terlalu bergantung pada energi fosil membuat kita berfikir ketika sumber daya ini habis kita tidak akan lagi memiliki energi penggerak peradaban dan terjadi kemunduran dalam sejarah manusia. Ketidak berdayaan manusia untuk beradaptasi dengan cepat merupakan malapetaka yang menjadi isu global akan krisis energi dunia. Pada dasarnya sumberdaya energi kita sangat berlimpah. Kita memiliki angin yang akan terus berhembus, gelombang laut, sumber panas bumi dan cahaya matahari dimana kuantitas energinya yang hampir tiada batas. Akan tetapi ada isu yang harus dipaparkan juga mengenai kesulitan – kesulitan dalam memperolehan energi alternatif ini yang menyebabkan sebagian besar masyarakat dunia enggan mau beralih.  

 








 
Share:

0 comments:

Post a Comment