Showing posts with label Curhat. Show all posts
Showing posts with label Curhat. Show all posts

Tuesday, March 20, 2018

Merokok Seperlunya Saja

Hari Senin kemarin saya sama sekali tidak ada ide untuk menulis, mungkin karena intensitas pekerjaan sedang cukup banyak. Di kantorpun teman-teman dari bagian pemeliharaan sedang sibuk melakukan perbaikan agar sistem kelistrikan di kota tempat saya tinggal kembali normal. Bagi saya yang baru aktif menulis, salah satu kendala dalam menulis adalah menemukan ide untuk dituangkan dalam tulisan, apalagi jika sepulang kantor badan sudah terasa lelah dan perut sudah terisi oleh makan malam, finishingnya adalah tinggal tidur berharap mimpi indah untuk menyongsong esok supaya hari lebih menyenangkan.

Dari pagi cuaca sudah amat mendung dan sempat hujan deras, curah hujan memang sedang tidak bersahabat, bulan Maret di sini masih cukup sering disapa oleh hujan lebat. Bahkan tahun lalu, saya merasa saya tidak menemukan musim kemarau, hujan sepanjang tahun dari awal hingga akhir, bahkan hingga sekarang pada saat saya menulis hujan lebat menemani saya. Hujan selalu akrab dengan mie rebus, kopi, dan rokok. Iya rokok, mungkin bagi kalian semua kebanyakan sangat akrab dengan barang yang satu ini, tidak hanya untuk kaum adam namun tak jarang juga wanita membutuhkan barang yang terbuat dari tembakau ini.



Rokok Bukan Sekedar Pelarian
Banyak alasan kenapa orang-orang membutuhkan orang, mulai dari karena sudah terbiasa sampai untuk menghilangkan stress. Hal ini juga berlaku untuk saya, yap betul, saya juga termasuk ke dalam perokok aktif. Saya mulai kenal rokok dari zaman saya kuliah di semester tiga, tidak ada yang mengajari saya merokok, saya hanya mencoba dan mulai mahir merokok dengan sendirinya. Alasan yang menurut saya sepele, karena stress kuliah dengan tugas yang seabrek dan kegiatan di luar kuliah yang mengharuskan saya mengajar privat mulai anak SD sampai SMA, masalah finansial yang sering orang Indonesia harus hadapi kebanyakan.

Saat itu bagi saya merokok hanyalah sekedar pelarian, sugesti untuk mencari solusi dari masalah yang saya hadapi. Lagi-lagi itu hanyalah sugesti dan pelarian, dengan merokok sebenarnya tidak akan pernah memecahkan masalah, yang saya dapatkan rasa tenang dan nyaman yang mungkin juga karena sugesti dari diri saya sendiri. Masalah adalah hal yang harus dihadapi, menghindar hanyalah menunda waktu, memperpanjang nafas untuk kita yang tidak mau atau takut menghadapi kehidupan. Bahkan jika kita sedang tidak beruntung, dalam masa pelarian, akan timbul masalah baru. Ah, itu hanya kata si penulis, bocah ingusan yang baru kemarin sore tidak tahu apa-apa tentang hidup. Mungkin anggapan itu tidak sepenuhnya salah, setiap orang mempunyai cara sendiri dalam menghadapi masalah.  



Pada saat saya kuliah dan banyak masalah atau sedang lelah, rokok adalah solusi jitu saya untuk membuat saya lebih tenang dan berpikir lebih jernih untuk berusaha tidak mengeluh. Nasib anak rantau kebanyakan yang jauh dari orang tua akan berpikir bahwa melempar masalah ke orang tua hanya akan memberikan beban dan membuat beliau khawatir. Bagi saya sendiri, menghabiskan dua sampai tiga batang rokok sudah lebih dari cukup untuk memberikan rasa lebih tenang ketika saya mendapatkan masalah. Dari dulu memang  merokok tidak saya jadikan kegiatan yang wajib, hanya ketika saya membutuhkan saya pasti akan mencarinya (tentu saya juga berkeluh kesah dengan tuhan, namun dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas masalah agama).

Saya memang bisa dibilang kecanduan dengan rokok, setiap ada masalah saya selalu mencarinya walau cukup dengan dua sampai tiga batang, setelah itu sisanya hanya akan diam di meja kosan sampai si empunya membutuhkannya lagi. 

Ketika Berhenti Merokok Bukanlah Sebuah Pilihan
Jujur saya tidak termasuk dengan orang yang dapat terpengaruh dengan lingkungan saya, dapat dengan mudah ikut dengan trendsetter yang sedang in. Saat saya kuliah, saya memutuskan merokok bukan karena teman sekosan saya merokok, teman sekosan saya tidak ada yang merokok. Setelah pindah kosan dan memutuskan untuk hidup bersama dua teman saya dalam satu atap kontrakan juga saya tetap merokok walau mereka berdua tidak ada yang merokok. Saya merokok juga bukan karena teman kuliah saya yang suka merokok, mereka memang menjadikan kegiatan merokok sebagai hobi ketika di kantin. Namun saat itu saya hanyalah mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang yang jarang nongkrong, alhasil saya lebih memilih merokok sendiri di kosan atau rumah kontrakan. Bagi saya merokok sendiri adalah kenikmatan tersendiri, rasanya lebih bebas dibanding merokok di depan umum. 



Saat saya kuliah di semester delapan menuju Sembilan saya sudah mulai menjauh dari rokok, saya lebih terfokus ke kegiatan skripsi dan berjualan bersama dengan teman saya. Pertengahan tahun 2014 saya bisa dibilang vakum dari kegiatan merokok demi masuk ke perusahaan tempat saya bekerja sekarang. Bahkan saya rela jogging tiap pagi sejauh hampir tiga kilometer hanya untuk memastikan nantinya saya bisa lolos di tes kesehatan yang menjadi momok kebanyakan peserta tes.
Saya bisa dibilang vakum dari rokok mulai dari tahun 2015 sampai 2017, waktu yang mungkin bisa dibilang cukup lama. Namun di 2017 pertengahan saya akhirnya menyerah dan mulai menikmati lagi kegiatan yang sudah saya tinggalkan sampai sekarang. Dengan porsi yang sedikit berbeda, satu bungkus rokok untuk satu minggu. Jika rokok yang saya konsumsi berisi 20, maka rata-rata saya menghisap dua rokok dalam satu hari, kecuali weekend karena saya libur mungkin saya bisa mengkonsumsi sampai tiga batang.

Membatasi Merokok
Saya merasa harus membatasi diri dari merokok yang berlebihan karena ada dua alasan, finansial dan ketergantungan. Masalah pertama jelas, ketika saya harus menghabiskan satu bungkus rokok satu hari, maka saya akan bisa mengeluarkan uang hingga enam ratus ribu sebulan dari gaji saya, jumlah yang saya rasa cukup besar. Alasan kedua, ketergantungan, seperti dalam menjalani hubungan yang belum jelas nanti ujungnya seperti apa seharusnya saya tidak perlu terlalu sayang, karena bisa saja hubungan itu berakhir kapanpun. Walau sepertinya analoginya kurang pas, ketergantungan adalah hal yang kurang baik.


Ada satu alasan lagi sebenernya yang pasti menjadi kontroversi, bahkan untuk diri saya sendiri. Alasan kesehatan, bagi saya yang belum bekeluarga, saya tidak merasa ada yang perlu dikhawatirkan.  Bahkan kejadian yang aneh tapi nyata, ketika saya tidak merokok atau sempat vakum merokok pada saat saya mau menghadapi sidang skripsi saya harus jatuh sakit typhus. Begitu juga saat saya kerja dan saya tidak merokok, hampir bisa dipastikan saya pasti akan sakit dalam satu bulan. Kejadian aneh tapi nyata, semenjak saya menjadi perokok aktif lagi, saya berangsur jarang sakit. Mungkin ini hanya sugesti, jangan jadikan hidup saya sebagai acuan atau pembenaran bagi kalian yang sudah ketergantungan dengan rokok. Berbeda kondisi ketika nanti mungkin saya akan berkeluarga dan mempunyai anak, saya pasti akan berpikir dua sampai tiga kali apakah saya akan melanjutkan kegiatan ini, bukan untuk kesehatan saya, tapi kesehatan anak saya nantinya (mulai dari dia ada di kandungan, bahkan jauh sebelum itu, ketika saya sudah mempunyai istri).



Faktor kebiasaan dan tidak adanya kegiatan adalah faktor kunci mengapa orang kecanduan merokok. Bagi saya sendiri, dua hal tersebut sudah mulai harus saya hilangkan, saya mencari kegiatan yang lebih bermanfaat ketika saya sedang tidak ada kegiatan seperti menulis atau bermain futsal bersama teman.  Kadang saya juga membaca artikel, bermain game console atau handphone, menonton film, atau menonton youtube. Faktor kebiasaan juga pasti masih bisa dirubah, kemauan dari diri sendiri untuk berubah adalah kuncinya. Jangan pernah terpengaruh dengan kondisi lingkungan sekitar kita, ambil yang baiknya saja, jangan hanya karena teman kita merokok kita jadi terpengaruh untuk ikut-ikutan merokok.

Walau berhenti merokok bukanlah pilihan , merokoklah seperlunya saja.    
Share:

Saturday, March 10, 2018

Arti Sukses Menurut ‘NYONG’ Si Bocah Ngapak (Based On True Story)

Budayakan baca sampai habis, rate, dan komen yaa emoticon-Smilieemoticon-Smilie


Penting buat gue ketika kalian rate dan komen karena bisa buat perbaikan gue sendiri dalam nulis sebuah tulisan


Jangan bully gue, karena sesungguhnya  bullying adalah perbuatan yang jahat. Ini tulisan gue yang pertama yang berdasarkan pengalaman pribadi gue dan original tulisan gue sendiri (biasanya gue nyadur dari artikel sebelah atau gue modifikasi), jadi gue mohon kasih gue komen yang membangun.


Gue di sini Cuma sharing tentang pengalaman gue (sampe sekarang) dan gak ada maksud buat menggurui, sombong, menghina, atau tindakan yang tidak terpuji lainnya. Sekali lagi gue hanya sharing dan belajar menulis (daripada ngganggur di hari sabtu minggu).
Mungkin banyak dari kalian yang bertanya apasih kok ada kata ‘NYONG’ di judul, ‘NYONG’ berasal dari bahasa ngapak itu artinya aku/saya dalam bahasa Indonesia. Yap, gue adalah asli orang ngapak, tepatnya berasal dari Kabupaten termiskin nomor dua terbawah di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kebumen. Asli sebenernya enakan pake sapaan ‘NYONG’ dan ‘KOWE’ (re: kamu, anda) karena prinsip kami sebagai orang ngapak adalah ‘ORA NGAPAK ORA KEPENAK’ (maksudnya, gak bicara ngapak gak enak). Tapi, berhubung ini forum seindonesia raya nanti banyak yang roaming kalo pake bahasa daerah jadi make gue elo aja ya (gue lebih nyaman make gue elo (kedua setelah ‘NYONG’ dan ‘KOWE’, daripada ane ente, aku kamu, atau apalah apalah, maafkan keegoisan gue).



Balik lagi ke topik di atas ya, apa sih arti sukses menurut gue? Buat gue sukses bukan lo harus punya mobil/rumah keren atau lo harus terkenal atau lo mesti naikin orang tua lo haji atau lo harus punya usaha sendiri dan punya karyawan sendiri atau apalah apalah. Tapi, sukses buat gue adalah lo udah melakukan semua hal yang lo bisa dan usaha semaksimal mungkin dalam hidup lo, hasil dari usaha yang maksimal itu ya menurut gue yang dinamakan sukses.Kenapa bisa kaya gitu? Gimana kalo usahanya udah maksimal tapi hasilnya gak sesuai apa yang kita harapkan? Mungkin banyak yang gak setuju dengan pernyataan gue. Atau mungkin kalimat gue masih agak absurd dan parameternya gak jelas ya. Gue jelasin pelan-pelan deh yaa.

 






CITA-CITA VS REALITA

Panggil aja nama gue Abi, gue adalah anak ketiga dari empat saudara dan terlahir dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Bapak gue hanya pegawai negeri sipil dengan golongan III yang gak terima full gaji (karena bapak gue sakit kena gegar otak jatuh dari motor semenjak kakak pertama gue masih balita, karena itu bapak gue dimutasi dari Sukabumi ke Kab. Kebumen) dan Ibu gue hanyalah ibu rumah tangga biasa (semenjak adek gue lahir, Ibu gue memutuskan kerja di salah satu perusahaan asuransi sebagai pegawai tidak tetap, adek gue lahir pas gue udah SMP).


Banyak orang yang bilang atau orang besar yang bilang, gantungkan mimpi lo setinggi langit. Gue kurang setuju sih dengan kata-kata ‘gantungkan mimpi lo setinggi langit’ karena ketika lo gantungin cita-cita lo ketinggian maka lo akan ngerasa sakit ketika lo jatuh bebas tanpa ada bantalan ketika lo harus terhempas.

Sama seperti gue, gue dari kecil sama kaya anak jaman 90an cita-cita gue adalah menjadi dokter, tapi nyatanya gue gak jadi dokter. Gue harus nerima dengan lapang dada bahwa gak ada perguruan tinggi negeri yang mau nerima gue jadi mahasiswa baru fakultas kedokterannya.

Biar lebih jelas, parameter sukses menurut gue bisa gue bagi jadi beberapa masa, tapi yang perlu lo ketahui ini berlaku buat gue ya manusia yang minim bakat (gak bisa olahraga futsal Cuma bisa dikit banget bisa bisaan aja, gak bisa ngegame, gak bisa fotografi, gak bisa ngafal, gak bisa edit video, dan gak bisa lainnya karena gue hanya manusia yang penuh akan keterbatasan, beruntunglah kalian yang terlahir dengan bakat yang luar biasa). Langsung aja cekidot:
  
1. SD-SMA
Mungkin kalo lo mau nambahin dari TK atau playgroup boleh juga sih dalam masa yang pertama ini. Gue gak ngalamin yang namanya playgroup karena di desa gue gak ada, umur 3.5 tahun gue udah dimasukin ibu gue ke TK karena gue iri dengan kakak gue yang cewek (kita Cuma selisih umur 2 tahun), jadi daripada gue  nangis tiap pagi ngeliat mbak gue sekolah ibu gue masukin gue ke TK. Di masa ini arti sukses buat gue adalah gue bisa baca, ngeja, dan sedikit tulis (mungkin lebih arti sukses ke orang tua yang nyekolahin kita kali ya). Sampe sekarang tulisan tangan gue masih macem cekeran ayam yang susah dibaca bahkan oleh gue sendiri. Itulah mengapa gue bisa lanjut ke SD tanpa ngulang TK (biasanya kan TK ada nol kecil dan nol besar ya).


Jaman SD gue udah berangkat sekolah sendiri, jalan kaki dari rumah yang jaraknya sekitar 300 meteran kali ya pokoknya kalo jalan kaki tu 10 menitan deh. Alhamdulillah, gue bisa ranking di SD gue yang muridnya sekelas dihuni 20-30an orang (maklum SD di desa, fyi SD gue depannya kuburan peninggalan belanda, serem abis sebenernya, kalo ada yang request kenapa gue bisa bilang serem, komen aja, nanti bakal gue ceritain cerita serem di daerah gue).


Dari kelas 1-6 gue ranking terus 10 besar dan beberapa kali gue ranking 1. Sukses di masa SD ini menurut gue adalah ketika lo rajin belajar, bisa nurut apa kata orang tua lo, dan udah sholat mulai tepat waktu (karena kewajiban buat yang muslim).


Masalah ranking atau nggakkayaknya opsional, gue beruntung dapet ranking karena sekolah gue yang di desa dan muridnya cukup sedikit.


Jaman SD gue sangat males buat belajar, masih jarang sholat, dan masih sering drama ala bocah SD, jadi gue gak begitu sukses dalam menjalani masa bocah gue di SD.


SMP gue lanjutin di tempat yang agak jauh dari rumah orang tua gue, 10 KM buat bocah 10,5 tahun lumayan jauh ya, apalagi gue mesti bangun pagi dan naik angkot (jam 6 pagi udah mesti naik angkot, kalo kagak bisa telat). Di masa SMP ini gue agak susah beradaptasi, nilai gue jeblok dan gue gak ranking dari kelas VII-IX. Fyi, SMP gue ini termasuk SMP favorit di kota gue, jadi gue termasuk beruntung bisa masuk ke sini dengan nilai hasil UN ditambah ujian masuk juga. Jaman SMP ini gue Cuma ikut ekstra drum band tapi gak bertahan lama karena mulainya sore dan gue ngerasa capek mesti PP tiap hari setengah jam-sejam dari SMP sampe rumah.


Sukses di masa SMP menurut gue adalah  ketika lo mulai ikut aktif kegiatan ekstrakurikuler, ikut mulai aktif dalam organisasi sekolah, tapi tetep gak ninggalin ibadah dan beajar lo. Prioritas sih masih ke belajar dan ibadah ya, ini penting buat pondasi ke depan.


Lagi-lagi sayangnya gue juga gak begitu sukses, gue Cuma ikut drumband sebentar, ikutan pramuka karena wajib, gak pernah ngerasain ikut OSIS dan organisasi sekolah lainnya.

Berhubung udah panjang juga tulisan gue, gue singkat aja ya, jaman SMA menurut gue adalah salah satu jaman yang penting buat kita, karena di masa ini harusnya kita udah mulai mikir prioritas kita mau lanjut kuliah atau kerja. Ketika kita sudah diharuskan berfikir denan pola pikir yang cukup dewasa.


Ketika kita memutuskan kuliah kita mesti bener dalam menentukan jurusan dan perguruan tinggi yang kita ambil, jangan pernah kita ambil jurusan dan perguruan tinggi dikarenakan gengsi atau pengaruh dari temen-temen yang lain. Konsultasi dengan guru atau orang yang berpengalaman itu penting buat nentuin kita mau lanjut kuliah kemana, di masa ini juga kita mesti mikir akan jadi apa setelah kita lulus kuliah nanti. Apakah jadi pegawai negeri, apakah jadi konsultan, apakah jadi peneliti, apakah jadi dosen, apakah jadi artis, apakah jadi youtuber dan apakah-apakah yang lain.


Jadi menurut gue, masa SMA adalah masa yang sangat menentukan nantinya kalian mau jadi apa. Definisi sukses di masa SMA adalah ketika kita bisa menentukan kemana kita akan melanjutkan perjalanan kita.
2. Kuliah
Ketika kita sudah kuliah (apalagi kita jauh dari orangtua) kita mesti pinter-pinter dalam merawat diri kita sendiri. Beruntunglah kalian angkatan dibawah gue yang dapet beasiswa bidikmisi, kuliah dibayarin 8 semester dan dikasih uang jajan pula. Jaman kuliah buat gue, gue udah harus mikir gimana caranya biar gak nyusahin orang tua dikarenakan SPP gue udah lumayan gede (kurang lebih 3 juta 6 bulan). Alhasil mulai dari semester 2 gue aktif ngajar privat mulai dari bocah SMP sampe ngajar buat persiapan SNMPTN gue jabanin juga. Hasilnya lumayan banget, minimal gue dapet 100ribu tiap gue ngajar 1,5 jam. Di sini gue udah mulai kurang buat minta uang sama orang tua. Di semester 6 gue kuiah, gue diajakin temen gue buat ikut ngurusin bisnis temen gue yaitu buka toko yang jualan jersey, sepatu, beserta perlengkapan sepak bola lainnya. Jadilah gue ikut ngurusin tanpa gue modal apa-apa. Di masa ini gue udah gak minta uang lagi ke orang tua karena hasilnya amat sangat lumayan bahkan pas masa jayanya gue bisa dapet duit sebulan lebih gede daripada gaji gue yang sekarang. Terimakasih fachri artadi dan FA Sport. Target gue kuliah adalah lulus, sarjana, walau telat setengah tahun (gue banyak ngulang di mata kuliah mekanika, gue lulus 4.5 tahun) dan nilai skripsi gue Cuma A- gue sangat bersyukur bisa lulus. Harusnya di masa ini gue bisa ikut lebih aktif di organisasi, tapi sayangnya gue Cuma sekedar ikut-ikutan. Menyesal selalu ada di akhir.

Definisi sukses di jaman kuliah menurut gue adalah ketika lo bisa mandiri menghidupi diri lo sendiri


3. Kerja
Sebenernya di masa kuilah gue juga udah mulai kerja, ngelesin privat dan mulai bantuin usaha temen gue buat jualan. Sayangnya,usaha temen gue ini mulai gue bilang stak dikarenakan banyaknya orang kaya baru yang buka usaha dalam bidang yang sama. Di sini gue mulai berpikir untuk cari kerja lain karena kalo nggak kasian orang tua dan adek gue yang masih sekolah. Singkat cerita gue bisa lulus jadi pegawai BUMN sekarang ini dan ditempatkan di pelosok Kalimantan. Sukses di masa ini adalah ketika orang tua gue dan adek gue minta sesuatu, gue bisa penuhi, tentunya dengan keterbatasan gue. Tanpa orang tua gue hanyalah orang yang gak tau arah, gue bisa seperti sekarang ini juga karena usaha orang tua gue. Jadi buat kalian yang masih punya orang tua, sayangilah orangtua kalian selagi orangtua kalian lengkap.

Di masa kerja ini definisi gue belum bisa mendefnisikan kata sukses dalam masa kerja itu apa karena baru dua tahun ini gue kerja. Doakan gue supaya gue bisa berbuat lebih untuk Indonesia.


Tadinya gue mau nambahin dua masa lagi yaitu masa orang tua dan masa renta, tapi berhubung gue belum ngalamin jadinya gue mengurungkan niat gue.


Kita boleh terlahir dalam keluarga yang serba pas-pasan atau bahkan kekurangan, tapi jangan pernah jadikan itu sebagai alasan untuk kita mati dalam kondisi miskin.
 
Share: