Berbagai fakta diatas tentunya semakin mempertegas bahwa bumi saat ini memang tidak sedang baik-baik saja. Alasan terkuat yang meyakinkan saya bahwa saat ini dunia memang tengah mengalami krisis air bersih adalah pengalaman pribadi saya sendiri yang merasakan betapa sulitnya memperoleh air bersih beberapa tahun belakangan ini. Dahulu air bersih dapat diperoleh dengan mudah dirumah kapanpun saya butuhkan, sehingga tidak perlu mengeluarkan usaha terlalu berat hanya untuk memperoleh air bersih. Namun kini, hal tersebut sangat mustahil dilakukan jika dirumah tersebut tidak dilengkapi dengan system pompa air. Rumah tanpa pompa air akan sangat sulit untuk memperoleh air bersih. Keran-keran dirumah akan mati dan tidak dapat mengalirkan air seharian penuh. Pukul 9 malam merupakan catatan waktu tercepat keran dalam mengalirkan air setelah seharian penuh mati. Seringkali air akan kembali mengalir normal pada rumah tanpa pompa air tersebut jika waktu telah menunjukkan pukul 12 malam ataupun 2 dini hari, dengan catatan air akan mengalir normal hanya dalam rentang waktu 2 hingga 3 jam dari waktu awal. Kesulitan tersebutlah yang pernah saya rasakan dirumah beberapa tahun belakangan ini.
Jika dijabarkan secara logis berdasarkan data Kementrian Pekerjaan Umum (PU), dijelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, masih jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per tahun. Faktanya, menurut laporan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Indonesia, ketersediaan air di pulau Jawa hanya 1.750 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2000, dan akan terus menurun hingga 1.200 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2020. Padahal, standar kecukupan minimal 2.000 meter kubik per kapita per tahun.
Berdasarkan data WHO tahun 2000, diperkirakan terdapat lebih dari 2 milyar manusia per hari yang terkena dampak kekurangan air di lebih dari 40 negara didunia. 1,1 milyar diantaranya tidak mendapatkan air yang memadai dan 2,4 milyar tidak mendapatkan sanitasi yang layak. Sedangkan pada tahun 2050 diprediksikan bahwa 1 dari 4 orang akan terkena dampak dari kekurangan air bersih menurut Gardner-Outlaw and Engelman. Hal tersebut tentunya sangat ironis mengingat air merupakan kebutuhan mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Manusia mungkin dapat bertahan hidup beberapa hari tanpa makanan, namun tanpa air maka manusia hanya dapat bertahan hidup beberapa jam saja. Kekurangan air bersih akan membawa bencana bagi kehidupan manusia, dimana tidak hanya membangkitkan epidemi penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan.
Krisis air yang terjadi di Indonesia dan dunia saat ini bukan serta merta terjadi begitu saja, tentunya terdapat peranan beberapa factor penting yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. Beberapa faktor penyebab tersebut berdasarkan hasil analisa saya antara lain :
Perilaku Manusia
Manusia
untuk mencukupi kebutuhannya akan rela melakukan apapun asalkan
kebutuhannya tersebut terpenuhi. Masyarakat pada umumnya tidak memahami
prinsip perlindungan sumber daya air yang terdapat di ekosistem sekitar.
Seperti sumber air baku khususnya sungai, yang difungsikan untuk
melakukan berbagai macam kegiatan sehari-hari, termasuk digunakan untuk
mandi, cuci dan pembuangan kotoran atau sampah. Sebagian besar
masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM
saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara
bersama. Padahal dalam penggunaannya, air digunakan untuk kepentingan
bersama seluruh lapisan masyarakat yang ada dimuka bumi ini.
Peningkatan Populasi dan Kebutuhan
Populasi
manusia yang terus bertambah setiap waktu, tentunya akan selaras dengan
kebutuhan yang diperlukan oleh manusia tersebut untuk tetap bertahan
hidup. Salah satunya adalah peningkatan kebutuhan knsumsi air seiring
dengan bertambahnya laju populasi penduduk. Disatu sisi kebutuhan akan
sumberdaya air akan semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan
dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat juga sebagai implikasi
dari proses industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai
dengan penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya
jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih akibat adanya
keterbatasan sumber air dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut,
Selain itu meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk yang akan berpengaruh besar pada kualitas air. Diperkirakan sekitar 60 rumah di Jakarta memiliki sumur yang berjarak kurang dari 10 meter dari septic tank. Dimana jumlah septic tank di Jakarta diestimasikan mencapai nilai lebih dari satu juta. Melimpahnya jumlah septic tank tersebut dan tentunya akan terus bertambah tanpa ada regulasi yang baik dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan membahayakan jutaan penduduk yang memang sangat membutuhkan hal tersebut.
Penduduk
Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari,
diestimasikan baru mencapai 20 persen dari total keseluruhan penduduk
Indonesia, dengan mayoritas pengguna dikategorikan untuk akses
perkotaan. Dengan kata lain, masih ada 80 persen rakyat Indonesia
terpaksa mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Seperti yang
dilansir oleh vivanews bahwasannya penduduk di ujung Kota Bitung,
provinsi Sulawesi Utara selama bertahun-tahun mulai dari tahun 2000
menampung air hujan sebagai sumber air minum dikarenakan adanya
ketebatasan sumber air bersih yang tidak mampu mencukupi kebutuhan
masyarakat tersebut.
Menurut
LIPI dan Badan Pusat Statistik, diperkirakan pada tahun 2019 jumlah
penduduk perkotaan mencapai 150,2 juta jiwa dengan konsumsi per kapita
sebesar 125 liter, sehingga kebutuhan air akan mencapai 18,775 miliar
liter per hari. Selain itu kebutuhan air untuk industri akan melonjak
sebesar 700% pada 2025. Untuk perumahan naik rata-rata 65% dan untuk
produksi pangan naik 100%. Kebutuhan yang terus meningkat tersebut jika
tidak dibarengi dengan peningkatan usaha dan pola penerapan pembaruan
SDA yang memadai, maka akan berujung bencana nantinya. Dimana ketika
sumber sudah tidak mampu lagi untuk mencukupi keseluruhan kebutuhan
tersebut maka tentunya akan berujung pada bencana besar yang berdampak
pada semua aspek kehidupan dibumi.
Menurut
data BMKG pada tahun 2000, untuk berbagai keperluan di pulau Jawa
diperlukan setidaknya 83,378 miliar meter kubik air bersih. Sedangkan
potensi ketersediaan air, baik air tanah maupun air permukaan hanya
30,569 miliar meter kubik. JIka demikian pada tahun 2015 krisis air di
pulau Jawa akan jauh lebih parah karena diperkirakan kebutuhan air akan
melonjak menjadi 164,671 miliar meter kubik. Sedangkan potensi
ketersediaannya cenderung menurun.
Kerusakan Lingkungan
Merupakan penyebab lain terjadinya krisis air bersih yang masih berhubungan dengan perilaku manusia. Kerusakan lingkungan yang makin parah salah satunya akibat penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Hal ini menyebabkan laju kerusakan di semua wilayah sumber dan resapan air semakin cepat. Kondisi itu tentunya akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.
Berdasarkan data di Departemen Kehutanan hingga tahun 2000 saja diketahui luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah di seluruh Indonesia mencapai 7.956.611 hektare (ha) untuk kawasan hutan dan 14.591.359 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada tahun yang sama rehabilitasi atau penanaman kembali yang dilakukan pemerintah hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan hutan.
Merupakan penyebab lain terjadinya krisis air bersih yang masih berhubungan dengan perilaku manusia. Kerusakan lingkungan yang makin parah salah satunya akibat penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Hal ini menyebabkan laju kerusakan di semua wilayah sumber dan resapan air semakin cepat. Kondisi itu tentunya akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.
Berdasarkan data di Departemen Kehutanan hingga tahun 2000 saja diketahui luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah di seluruh Indonesia mencapai 7.956.611 hektare (ha) untuk kawasan hutan dan 14.591.359 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada tahun yang sama rehabilitasi atau penanaman kembali yang dilakukan pemerintah hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan hutan.
Seluruh
penjabaran diatas merupakan salah satu bentuk penjelasan terhadap opini
yang saya yakini benar adanya. Jika dilihat dari sudut pandang yang
berbeda mengenai krisis air tersebut, mungkin akan timbul pemikiran
bahwa semua bukti-bukti tersebut diatas memang benar adanya, namun kita
sebagai manusia tentunya akan tetap memiliki seribu macam cara ataupun
jalan untuk mengatasi seluruh problematika yang ada tersebut. Cara
paling sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan cara adaptasi,
dimana hal tersebut merupakan ciri dasar manusia sebagai makhluk hidup
agar ia mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Tapi sekali lagi
saya tidak dapat menerima pandangan tersebut. Manusia memang bisa
mencari cara untuk mengatasi hal tersebut. Namun, tidak ada jaminan cara
tersebut akan memberikan solusi yang lebih baik dalam waktu yang lama.
Selain itu, adaptasi pada manusia juga dapat dilakukan dalam batasan
tertentu sampai sejauh mana diri manusia tersebut dapat menerima dan
menyesuaikan diri dengan keadaan dan kondisi lingkungannya. Jika kondisi
lingkungan tersebut semakin parah, maka bukan tidak mungkin upaya
adaptasi tersebut menjadi gagal dan makhluk hidup tersebut mau tidak mau
terdegradasi dari lingkungannya.
Jadi,
sebelum lingkungan mendegradasi kehidupan kita dengan seluruh perkiraan
akan krisis air dunia dimasa depan tersebut terwujud. Mari kita
pikirkan kembali langkah dan sikap apa yang dapat kita lakukan mulai
dari diri kita sendiri untuk setidaknya dapat memperlambat hal-hal yang
diprediksikan akan terjadi dimasa depan terkait krisis air tersebut.
0 comments:
Post a Comment