Friday, March 23, 2018

Fenomena Krisis Air Bersih

Saya setuju dengan pernyataan bahwa saat ini dunia memang tengah mengalami berbagai krisis sumber daya alam khususnya air bersih. Hal ini memang bukan hanya sekedar wacana belaka, tetapi sedikit demi sedikit dampak dari krisis air bersih tersebut mulai menjadi kenyataan. Salah satu faktanya adalah seperti yang dijelaskan oleh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dr Sutopo Purwo Nugroho dalam suatu wawancara, dia mengatakan bahwa sebagian besar wilayah di Indonesia memang tengah mengalami deficit air.  Bahkan wilayah Jawa, Bali, dan Nusa tenggara telah mengalami deficit air dari tahun 1995 hingga saat ini. Seringkali masyarakat di berbagai wilayah tersebut harus membeli air bersih dengan harga yang sangat mahal untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Fakta akan terjadinya krisis air tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, bahkan negara-negara kaya dengan teknologi canggih sekalipun seperti Australia, Spanyol, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat juga tidak luput dari krisis air bersih.



Berbagai fakta diatas tentunya semakin mempertegas bahwa bumi saat ini memang tidak sedang baik-baik saja. Alasan terkuat yang meyakinkan saya bahwa saat ini dunia memang tengah mengalami krisis air bersih adalah pengalaman pribadi saya sendiri yang merasakan betapa sulitnya memperoleh air bersih beberapa tahun belakangan ini. Dahulu air bersih dapat diperoleh dengan mudah dirumah kapanpun saya butuhkan, sehingga tidak perlu mengeluarkan usaha terlalu berat hanya untuk memperoleh air bersih. Namun kini, hal tersebut sangat mustahil dilakukan jika dirumah tersebut tidak dilengkapi dengan system pompa air. Rumah tanpa pompa air akan sangat sulit untuk memperoleh air bersih. Keran-keran dirumah akan mati dan tidak dapat mengalirkan air seharian penuh. Pukul 9 malam merupakan catatan waktu tercepat keran dalam mengalirkan air setelah seharian penuh mati. Seringkali air akan kembali mengalir normal pada rumah tanpa pompa air tersebut jika waktu telah menunjukkan pukul 12 malam ataupun 2 dini hari, dengan catatan air akan mengalir normal hanya dalam rentang waktu 2 hingga 3 jam dari waktu awal. Kesulitan tersebutlah yang pernah saya rasakan dirumah beberapa tahun belakangan ini.

Jika dijabarkan secara logis berdasarkan data Kementrian Pekerjaan Umum (PU), dijelaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, masih jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per tahun. Faktanya, menurut laporan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Indonesia, ketersediaan air di pulau Jawa hanya 1.750 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2000, dan akan terus menurun hingga 1.200 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2020. Padahal, standar kecukupan minimal 2.000 meter kubik per kapita per tahun.

Berdasarkan data WHO tahun 2000, diperkirakan terdapat lebih dari 2 milyar manusia per hari yang terkena dampak kekurangan air di lebih dari 40 negara didunia. 1,1 milyar diantaranya tidak mendapatkan air yang memadai dan 2,4 milyar tidak mendapatkan sanitasi yang layak. Sedangkan pada tahun 2050 diprediksikan bahwa 1 dari 4 orang akan terkena dampak dari kekurangan air bersih menurut Gardner-Outlaw and Engelman. Hal tersebut tentunya sangat ironis mengingat air merupakan kebutuhan mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Manusia mungkin dapat bertahan hidup beberapa hari tanpa makanan, namun tanpa air maka manusia hanya dapat bertahan hidup beberapa jam saja. Kekurangan air bersih akan membawa bencana bagi kehidupan manusia, dimana tidak hanya membangkitkan epidemi penyakit yang merenggut nyawa, tapi juga akan mengakibatkan bencana kelaparan. 

Krisis air yang terjadi di Indonesia dan dunia saat ini bukan serta merta terjadi begitu saja, tentunya terdapat peranan beberapa factor penting yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. Beberapa faktor penyebab tersebut berdasarkan hasil analisa saya antara lain :

 Perilaku Manusia

Manusia untuk mencukupi kebutuhannya akan rela melakukan apapun asalkan kebutuhannya tersebut terpenuhi. Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber daya air yang terdapat di ekosistem sekitar. Seperti sumber air baku khususnya sungai, yang difungsikan untuk melakukan berbagai macam kegiatan sehari-hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran atau sampah. Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama. Padahal dalam penggunaannya, air digunakan untuk kepentingan bersama seluruh lapisan masyarakat yang ada dimuka bumi ini.
 
Peningkatan Populasi dan Kebutuhan

Populasi manusia yang terus bertambah setiap waktu, tentunya akan selaras dengan kebutuhan yang diperlukan oleh manusia tersebut untuk tetap bertahan hidup. Salah satunya adalah peningkatan kebutuhan knsumsi air seiring dengan bertambahnya laju populasi penduduk. Disatu sisi kebutuhan akan sumberdaya air akan semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat juga sebagai implikasi dari proses industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih akibat adanya keterbatasan sumber air dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut,


Selain itu meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk yang akan berpengaruh besar pada kualitas air. Diperkirakan sekitar 60 rumah di Jakarta memiliki sumur yang berjarak kurang dari 10 meter dari septic tank. Dimana jumlah septic tank di Jakarta diestimasikan mencapai nilai lebih dari satu juta. Melimpahnya jumlah septic tank tersebut dan tentunya akan terus bertambah tanpa ada regulasi yang baik dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan membahayakan jutaan penduduk yang memang sangat membutuhkan hal tersebut.

Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, diestimasikan baru mencapai 20 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia, dengan mayoritas pengguna dikategorikan untuk akses perkotaan. Dengan kata lain, masih ada 80 persen rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Seperti yang dilansir oleh vivanews bahwasannya penduduk di ujung Kota Bitung, provinsi Sulawesi Utara selama bertahun-tahun mulai dari tahun 2000 menampung air hujan sebagai sumber air minum dikarenakan adanya ketebatasan sumber air bersih yang tidak mampu mencukupi kebutuhan masyarakat tersebut. 
 
Menurut LIPI dan Badan Pusat Statistik, diperkirakan pada tahun 2019 jumlah penduduk perkotaan mencapai 150,2 juta jiwa dengan konsumsi per kapita sebesar 125 liter, sehingga kebutuhan air akan mencapai 18,775 miliar liter per hari. Selain itu kebutuhan air untuk industri akan melonjak sebesar 700% pada 2025. Untuk perumahan naik rata-rata 65% dan untuk produksi pangan naik 100%. Kebutuhan yang terus meningkat tersebut jika tidak dibarengi dengan peningkatan usaha dan pola penerapan pembaruan SDA yang memadai, maka akan berujung bencana nantinya. Dimana ketika sumber sudah tidak mampu lagi untuk mencukupi keseluruhan kebutuhan tersebut maka tentunya akan berujung pada bencana besar yang berdampak pada semua aspek kehidupan dibumi.

Menurut data BMKG pada tahun 2000, untuk berbagai keperluan di pulau Jawa diperlukan setidaknya 83,378 miliar meter kubik air bersih. Sedangkan potensi ketersediaan air, baik air tanah maupun air permukaan hanya 30,569 miliar meter kubik. JIka demikian pada tahun 2015 krisis air di pulau Jawa akan jauh lebih parah karena diperkirakan kebutuhan air akan melonjak menjadi 164,671 miliar meter kubik. Sedangkan potensi ketersediaannya cenderung menurun.
 
Kerusakan Lingkungan
Merupakan penyebab lain terjadinya krisis air bersih yang masih berhubungan dengan perilaku manusia. Kerusakan lingkungan yang makin parah salah satunya akibat penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Hal ini menyebabkan laju kerusakan di semua wilayah sumber dan resapan air semakin cepat. Kondisi itu tentunya akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.

Berdasarkan data di Departemen Kehutanan hingga tahun 2000 saja diketahui luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah di seluruh Indonesia mencapai 7.956.611 hektare (ha) untuk kawasan hutan dan 14.591.359 ha lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan pada tahun yang sama rehabilitasi atau penanaman kembali yang dilakukan pemerintah hanya mampu menjangkau 12.952 ha kawasan hutan dan 326.973 ha di luar kawasan hutan.
 
Seluruh penjabaran diatas merupakan salah satu bentuk penjelasan terhadap opini yang saya yakini benar adanya. Jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda mengenai krisis air tersebut, mungkin akan timbul pemikiran bahwa semua bukti-bukti tersebut diatas memang benar adanya, namun kita sebagai manusia tentunya akan tetap memiliki seribu macam cara ataupun jalan untuk mengatasi seluruh problematika yang ada tersebut. Cara paling sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan cara adaptasi, dimana hal tersebut merupakan ciri dasar manusia sebagai makhluk hidup agar ia mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Tapi sekali lagi saya tidak dapat menerima pandangan tersebut. Manusia memang bisa mencari cara untuk mengatasi hal tersebut. Namun, tidak ada jaminan cara tersebut akan memberikan solusi yang lebih baik dalam waktu yang lama. Selain itu, adaptasi pada manusia juga dapat dilakukan dalam batasan tertentu sampai sejauh mana diri manusia tersebut dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan keadaan dan kondisi lingkungannya. Jika kondisi lingkungan tersebut semakin parah, maka bukan tidak mungkin upaya adaptasi tersebut menjadi gagal dan makhluk hidup tersebut mau tidak mau terdegradasi dari lingkungannya.
 
Jadi, sebelum lingkungan mendegradasi kehidupan kita dengan seluruh perkiraan akan krisis air dunia dimasa depan tersebut terwujud. Mari kita pikirkan kembali langkah dan sikap apa yang dapat kita lakukan mulai dari diri kita sendiri untuk setidaknya dapat memperlambat hal-hal yang diprediksikan akan terjadi dimasa depan terkait krisis air tersebut.  
 
    
Share:

0 comments:

Post a Comment