Memasuki
tahun 2018 kekhawatiran semakin parahnya krisis pangan menghantui
sebagian besar negara-negara di dunia. Organisasi Pangan dan Pertanian
(FAO) PBB mengingatkan krisis pangan seperti yang terjadi pada 2007/2008
bisa berulang pada tahun 2018.
Sekarang
ini, stok beras dunia akan mencapai titik terendah yang mendorong harga
mencapai level tertinggi selama 20 tahun terakhir, sedangkan stok
gandum mencapai titik terendah selama 50 tahun terakhir. Harga seluruh
pangan meningkat pada angka fantastis 75 persen dibandingkan dengan
tahun 2000, beberapa komoditas bahkan lebih dari 200 persen.
Krisis
pangan akan menimpa 36 negara di dunia, termasuk Indonesia. Akibat stok
yang terbatas, harga berbagai komoditas pangan tahun ini akan menembus
level yang mengkhawatirkan. Harga jagung akan mencapai rekor tertinggi
dalam 11 tahun terakhir, kedelai dalam 35 tahun terakhir, dan gandum
sepanjang sejarah.
Hal
ini disebabkan akibat pemanasan global, dengan rata-rata run off sungai
dan ketersediaan air diproyeksikan akan meningkat 10-40 persen di
daerah lintang tinggi dan di beberapa wilayah tropis basah. Sementara di
wilayah daerah lintang menengah dan daerah tropis kering ketersediaan
air akan menurun sekitar 10-30 persen. Selain itu salah satu faktor
penyebab gagal panen adalah El Nino (gejala memanasnya suhu muka laut di
barat ekuator Lautan Pasifik yang berakibat banyak hujan di Peru dan
kurang hujan di Indonesia).
Selain
itu, krisis pangan juga disebabkan menguatnya masalah pencemaran
lingkungan dan penurunan keanekaragaman hayati akibat intensifnya
penggunaan agroinput. Keberlanjutan sistem produksi padi zat degradasi
lahan dan kualitas lingkungan yang terus berlangsung serta fenomena
pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim juga menjadi
bahan refleksi kita sebagai warga dunia.
Kondisi
iklim yang ekstrim di berbagai belahan dunia baru-baru ini secara
langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi ketersediaan pangan.
Kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan, banjir serta bencana
alam lainnya di berbagai wilayah dunia terutama di sentra-sentra
produksi pangan, sangat mempengaruhi ketersediaan gandum dan tanaman
bijian-bijian lainnya yang tentu saja berdampak pada ketersediaan produk
pangan tersebut.
Perubahan
iklim ini membawa dampak pada instabilitas pasokan bahan pangan.
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan,
perubahan suhu rata-rata yang terjadi akhir-akhir ini telah berdampak
pada banyak sistem fisik dan biologis alam kemudian berpengaruh secara
signifikan terhadap penurunan produksi pangan.
Terkait
dengan perubahan iklim, guna menjaga kelangsungan produksi pangan,
diperlukan inovasi baru di bidang teknologi pertanian. Jika sebelumnya
inovasi teknologi terfokus pada upaya menghasilkan varietas unggul
dengan daya hasil tinggi, sekarang harus direkayasa varietas yang
berproduksi tinggi dan mampu beradaptasi, baik terhadap perubahan iklim
maupun tanah dan iklim suboptimal, terutama kekeringan, genangan tinggi,
serta salinitas tinggi.
Disamping
itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan
dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui
peningkatan teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan
kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi
seimbang. PP Ketahanan Pangan juga menggaris bawahi untuk mewujudkan
ketahanan pangan dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang
meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebar luasan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang
pangan. Di samping itu, kerjasama internasional juga dilakukan dalam
bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan pangan,
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi
pangan.
0 comments:
Post a Comment