Monday, March 19, 2018

Krisis Ketahanan Pangan

Memasuki tahun 2018 kekhawatiran semakin parahnya krisis pangan menghantui sebagian besar negara-negara di dunia. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB mengingatkan krisis pangan seperti yang terjadi pada 2007/2008 bisa berulang pada tahun 2018.

Sekarang ini, stok beras dunia akan mencapai titik terendah yang mendorong harga mencapai level tertinggi selama 20 tahun terakhir, sedangkan stok gandum mencapai titik terendah selama 50 tahun terakhir. Harga seluruh pangan meningkat pada angka fantastis 75 persen dibandingkan dengan tahun 2000, beberapa komoditas bahkan lebih dari 200 persen.

Krisis pangan akan menimpa 36 negara di dunia, termasuk Indonesia. Akibat stok yang terbatas, harga berbagai komoditas pangan tahun ini akan menembus level yang mengkhawatirkan. Harga jagung akan mencapai rekor tertinggi dalam 11 tahun terakhir, kedelai dalam 35 tahun terakhir, dan gandum sepanjang sejarah.

Hal ini disebabkan akibat pemanasan global, dengan rata-rata run off sungai dan ketersediaan air diproyeksikan akan meningkat 10-40 persen di daerah lintang tinggi dan di beberapa wilayah tropis basah. Sementara di wilayah daerah lintang menengah dan daerah tropis kering ketersediaan air akan menurun sekitar 10-30 persen. Selain itu salah satu faktor penyebab gagal panen adalah El Nino (gejala memanasnya suhu muka laut di barat ekuator Lautan Pasifik yang berakibat banyak hujan di Peru dan kurang hujan di Indonesia).

Selain itu, krisis pangan juga disebabkan menguatnya masalah pencemaran lingkungan dan penurunan keanekaragaman hayati akibat intensifnya penggunaan agroinput. Keberlanjutan sistem produksi padi zat degradasi lahan dan kualitas lingkungan yang terus berlangsung serta fenomena pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim juga menjadi bahan refleksi kita sebagai warga dunia.

Kondisi iklim yang ekstrim di berbagai belahan dunia baru-baru ini secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi ketersediaan pangan. Kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan, banjir serta bencana alam lainnya di berbagai wilayah dunia terutama di sentra-sentra produksi pangan, sangat mempengaruhi ketersediaan gandum dan tanaman bijian-bijian lainnya yang tentu saja berdampak pada ketersediaan produk pangan tersebut.

Perubahan iklim ini membawa dampak pada instabilitas pasokan bahan pangan. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan, perubahan suhu rata-rata yang terjadi akhir-akhir ini telah berdampak pada banyak sistem fisik dan biologis alam kemudian berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan produksi pangan.

Terkait dengan perubahan iklim, guna menjaga kelangsungan produksi pangan, diperlukan inovasi baru di bidang teknologi pertanian. Jika sebelumnya inovasi teknologi terfokus pada upaya menghasilkan varietas unggul dengan daya hasil tinggi, sekarang harus direkayasa varietas yang berproduksi tinggi dan mampu beradaptasi, baik terhadap perubahan iklim maupun tanah dan iklim suboptimal, terutama kekeringan, genangan tinggi, serta salinitas tinggi.

Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan juga menggaris bawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebar luasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping itu, kerjasama internasional  juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi pangan.

   



 
 
Share:

0 comments:

Post a Comment