Pengertian Sulfat
Sulfat adalah salah satu ion dari sekian banyak anion-anion utama yang
terdapat di dalam perairan alam. Hal ini menjadi sangat penting dalam
persediaan air publik, karena jika kandungan sulfat dalam perairan dalam
konsentrasi yang tinggi maka akan menyebabkan gangguan pada manusia
yang mengkonsumsinya. (Sawyer, 1978).
Ion sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus empiris SO42-
dengan massa molekul 96.06 satuan massa atom. Ion sulfat terdiri dari
atom pusat sulfur dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan
tetrahidron. Terdapat sulfat organik seperti dimetil sulfat yang
merupakan senyawa kovalen dengan rumus (CH3O)2SO2, dan merupakan ester
asam sulfat (Desi Ratna, 2011). Contoh senyawa sulfat yang umum dikenal
adalah H2SO4 (asam sulfat). Asam sulfat sering dijumpai di alam dalam
air hujan. Senyawa sulfat juga berasal dari hasil buangan pabrik
(limbah) kertas, tekstil yang dalam proses pembuatan atau pewarnaan
memakai asam sulfat, dan industri lainnya.
Pada umumnya sulfat sangat larut dalam air kecuali dalam bentuk senyawa
kalsium sulfat, stronsium sulfat dan barium sulfat. Barium sulfat sangat
berguna dalam analisis gravimetri sulfat, yaitu penambahan barium
klorida pada suatu larutan yang mengandung ion sulfat. Dan pada saat itu
akan kelihatan endapan putih, yaitu barium sulfat menunjukkan adanya
anion sulfat (Desi Ratna, 2011).
Di
perairan, sulfur berikatan dengan hidrogen. Beberapa bentuk sulfur di
perairan adalah seperti sulfida (S2-), hidrogen sulfida (H2S), besi
sulfida (FeS), sulfur dioksida (SO2), sulfit (SO32-), sulfat (SO42-).
Apabila di perairan tidak terdapat oksigen, maka dalam proses oksidasi
dilakukan oleh bakteri anaerob. Pada kondisi ini, ion sulfat direduksi
menjadi ion sulfit (SO32-) yang membentuk kesetimbangan dengan ion
hidrogen untuk membentuk hidrogen sulfida (H2S). H2S membentuk
keseimbangan dengan ion sulfida (HS-) menjadi H2SO4 secara berlimpah.
Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan
H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan
tawar alami berkisar antara 2–80 mg/l. Di sekitar pembuangan limbah
industri, kadar sulfat mencapai 1000 mg/l. (Shinta Indah, 2009).
Sulfat dalam air dapat berada secara ilmiah ataupun dari aktivitas
manusia, misalnya dari limbah industri dan limbah laboratorium. Secara
ilmiah sulfat biasanya berasal dari pelarutan mineral yang mengandung S,
misalnya gips (CaSO4.2H2O) dan kalsium sufat anhidrat (CaSO4). Selain
itu deterjen juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
keberadaan sulfat di air. Komposisi deterjen yang terpenting adalah
surfaktan. Fungsi surfaktan adalah untuk meningkatkan daya pembasahan
air sehingga kotoran yang berlemak dapat dibasahi, mengendorkan dan
mengangkat kotoran dari kain dan mensuspensikan kotoran yang telah
terlepas. Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear
alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa
amonium kuarterner, imidazolin dan betain. Linear alkilbenzene sulfonat,
etoksisulfat, alkil sulfat bila dilarutkan dalam air akan berubah
menjadi partikel bermuatan negatif, memiliki daya bersih yang sangat
baik, dan biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan untuk pencuci kain
dan pencuci piring) (Adi, 2010).
Pengaruh Sulfat
Masalah-masalah yang dapat terjadi akibat adanya sulfat dalam air antara lain:
a. Dapat memberikan bau
Sulfat dalam kondisi anaerob (biasanya dalam air buangan) menghasilkan H2S yang berbau dan bersifat toksik.
b. Menyebabkan korosi
H2S yang dihasilkan jika berkontak dengan udara (O2) akan menghasilkan
asam sulfat yang dapat menyebabkan korosi perpipaan dan pengeroposan
saluran limbah air di perkotaan.
c. Mengganggu Kesehatan
Sulfat bersifat iritasi bagi saluran gastrointertinal bila tercampur
dengan magnesium atau natrium. Sedikit saja jumlah MgSO4 sudah dapat
menimbulkan diare dan rasa mual.
Tingginya konsentrasi sulfat yang terkandung dalam air umumnya
disebabkan oleh leaching alam dari deposito magnesium sulfat (garam
Epsum) atau sodium sulfat. Sulfat menjadi perhatian dan patut
dipertimbangkan sebab sulfat bertanggung jawab atas dua permasalahan
serius yang sering dihubungkan dengan penanganan air buangan yaitu bau
yang ditimbulkan dan sifatnya yang korosif, sebagai hasil pengurangan
sulfat ke sulfide hydrogen di bawah kondisi anaerob.
Sulfat bersifat iritan bagi saluran gastro-intestinal, bila
dicampur dengan magnesium atau natrium. Jumlah MgSO4 yang tidak terlalu
besar sudah dapat menimbulkan diare. Sulfat pada boilers menimbulkan
endapan (hard scales) demikian pula pada heat exchanger (Soemirat, 1994).
Sulfat juga merupakan suatu senyawa yang berhubungan dengan terjadinya pengeroposan saluran air limbah di kota-kota.
Pada saat pipa pembuangan tidak memiliki cukup udara uuntuk aerasi maka
sulfat akan tereduksi menjadi sulfida. Ketika level pH air buangan
domestik tinggi, kebanyak sulfida akan terkonveksi menjadi hidrogen
sulfida. Dan beberapa hidrogen sulfida berada di atmosfer air buangan di
dalam pipa. Banyak bakteri yang dapat mengubah hidrogen sulfida menjadi
asam sulfat kemudian akhirnya menjadi asam kuat yang mengkorosikan
beton pada pipa pembuangan. Proses ini biasanya terjadi pada daerah yang
memiliki pembuangan air bersuhu tinggi, panjang dan konsentrasi
sulfatnya berasa. Bakteri Thibacillus mampu mengoksidasi sulfida menjadi asam sulfat pada pH dibawah 2 dan merupakan terjadinya permasalahan ini.
H2SO4 merupakan asam kuat yang selanjutnya dapat bereaksi dengan bahan
dari pipa yang dipergunakan dan menimbulkan korosi. Terbentuknya H2S
menimbulkan masalah bau. Efek laktagit ditimbulkan pada konsentrasi 600 –
1000 mg/l. Apabila SO42- banyak bergabung dengan kation MgO- dan NaO
akan membentuk Na2SO4 atau MgSO4 yang dapat menimbulkan rasa mual.
Ketika
senyawa sulfur organik didekomposisi oleh bakteri, yang terjadi adalah
sulfur dalam bentuk tereduksi (H2S). Beberapa bakteri dapat memproduksi
unsur sulfur dari senyawa sulfur. Kelebihan O2 bisa menyebabkan bakteri
dapat merubah sulfur tereduksi menjadi sulfur teroksidasi. Meskipun
sulfur organik sering kali berada sebagai H2S, tetapi bukan bagi H2S
yang biasanya digunakan bakteri Desulfabrio dapat merubah sulfat menjadi
H2S. Oksidasi biomassa oleh sulfat dengan media mikroba.
Sulfat dapat ditentukan dengan cara mengendapkannya dengan barium
klorida (BaCl2) untuk membentuk endapan barium sulfat (BaSO4). Partikel
endapan BaSO4 terlalu kecil untuk disaring sehingga perlu didigesti
untuk membentuk kristal yang lebih besar. Proses ini menghasilkan
kristal yang sukar larut (Adam, 2011).
Pemeriksaan Sulfat
Cara untuk mendeteksi kandungan sulfat dalam air dapat dilakukan dengan
mempergunakan alat spektrofotometer (uji kuantitatif), sedangkan untuk
mendeteksi secara cepat (uji kualitatif) cukup dengan mereaksikan sampel
air dengan larutan barium klorida 10% pada kondisi pH netral. Reaksi
berupa endapan putih menunjukkan sampel air positif mengandung cemaran
senyawa sulfat. Cara deteksi lebih cepat lagi dapat dilakukan dengan
menggunakan perangkat uji sulfat (uji semi kuantitatif), yaitu berupa
Kit-sulfat yang sudah banyak diproduksi secara komersial. Atau dapat
pula dilakukan dengan metode:
a. Gravimetri
Merupakan rekomendasi standar untuk mengukur kandungan sulfat diatas 10
mg/l. Aspek jumlah pada metode ini bergantung pada ion barium yang
bereaksi dengan ion sulfat menjadi bentuk barium sulfat yang sulit
larut.
b. Turbidimetri
Metode pengukuran sulfat yang memperhitungkan endapan barium sulfat
didalam sampel dalam bentuk koloid. Prinsip kerjanya didasarkan pada
perbandingan intensitas cahaya sampel yang diserap dan dibiaskan
terhadap intensitas cahaya suspensi baku. Ion sulfat bereaksi dengan
barium klorida dalam suasana asam akan membentuk suspense barium sulfat
dengan membentuk Kristal barium sulfat yang sama besarnya dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm.
c. Automated Methylthymol Blue
Biasanya digunakan saat dibutuhkan berbagai macam analisa pada sulfat.
Metode ini memperhitungkan instrument analitis pada setiap penambahan
dan pencampuran bahan kimia pada sampel. Warna yang dihasilkan reaksi
kimia tersebut yang akan dijadikan ukuran pada proses perhitungan sulfat
selanjutnya.
Beberapa
cara untuk menurunkan nilai kandungan sulfat pada air adalah dengan
menggunakan penambahan zat kimia, atau dengan penggunaan mikroorganisme Desulfovibrio desulfuricans yang
dapat mengurangi sulfat dalam keadaan anaerob dan akan membentuk logam
sulfida bila atom S berikatan dengan kation dari logam yang bebas di
air.
Baku mutu kandungan sulfat dalam air
Menurut P.P No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, konsentrasi sulfat yang diperbolehkan
adalah 400 mg/L.
Menurut Permenkes No. 907 Tahun 2002 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum, konsentrasi sulfat yang diperbolehkan
adalah 250 mg/L.
Aplikasi data sulfatpada bidang teknik lingkungan antara lain:
Kandungan sulfat dalam air merupakan suatu hal yang penting untuk
menentukan kesesuaian air tersebut sebelum dapat digunakan. Jumlah
sulfat pada air buangan juga merupakan faktor penting dalam menentukan
seberapa besar masalah yang akan timbul akibat reduksi sulfat menjadi
hydrogen sulfida. Selain itu, dengan mengetahui kandungan sulfat pada
lumpur atau limbah, kita dapat menentukan proses yang dibutuhkan untuk
pengolahan lebih lanjut, serta seberapa besar unit yang akan digunakan.
Pada proses pengolahan, terutama dalam kondisi anaerob, kandungan sulfat
dapat mengurangi pertumbuhan zat-zat methanogen sehingga sangat berguna
dalam proses methanogenic. Selain itu, konsentrasi sulfat yang tinggi
juga dapat menghalangi biodegradasi alami yang terjadi akibat klorin
terlarut.
Terima kasih atas ilmunya kak, sangat membuka wawasan
ReplyDelete