Tuesday, March 20, 2018

Sejarah Sampah Elektronik

Industri elektronik adalah salah satu industri yang perkembangannya paling pesat di seluruh dunia. Akibatnya, tidak kurang dari 1% timbulan sampah di negara-negara maju adalah limbah elektronik. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat. Di Amerika saja, limbah e-wasteini terhitung mencapai 1-3% dari total timbulan sampah. Data di Eropa menunjukkan, jumlah e-waste bertambah 16-28% setiap 5 tahun, yang berarti adalah 3 kali lebih cepat dari rata-rata pertambahan total sampah setiap tahunnya. Di negara berkembang, proporsinya mencapai 0.01-1% dari total timbulan. Namun di negara-negara seperti India dan Cina, meskipun timbulan e-waste masih di bawah 1 kg perkapita, jumlah ini terus bertambah dengan kecepatan eksponensial.



Definisi e-wastedi seluruh dunia sangat beragam, walaupun memiliki inti yang sama. Berikut adalah definisi dari beberapa negara dan organisasi internasional:

1)      WEEE Directive (EU, 2002a)
“Electrical or electronic equipment which is waste including all components, subassemblies and consumables, which are part of the product at the time of discarding.” (Sampah elektrik atau peralatan elektronik yang dianggap limbah mencakup seluruh komponen, bagian rakitan dan bahan habis pakai, yang merupakan bagian dari produk pada saat pembuangan).

2)      Argentina
E-waste dinyatakan sebagai “peralatan elektronik dan elektrik yang dibuang” dan limbahnya termasuk baterai yang telah habis masa pakai diklasifikasikan sebagai sampah special management dan wajib dikelola.

3)      Malaysia
Sampah e-waste dikategorikan sebagai sampah dari rangkaian elektrik dan elektronik yang di dalamnya terdapat komponen-komponen seperti aki, mercury switches, kaca LED dan activated glass lainnya maupun kapasitor PCB, atau terkontaminasi oleh kadmium, merkuri, timbal, nikel, krom, tembaga, litium, perak, mangan, dan polychlorinated biphenyl.

4)      Organization for Economic Co-operation and Development (OECD, 2001)
WEEE/E-waste didefinisikan sebagai setiap peralatan yang menggunakan catu daya listrik yang telah mencapai akhir masa pemakaiannya.

5)      Basel Action network (Puckett and Smith, 2002)
E-waste meliputi cakupan alat-alat elektronik yang luas dan terus bertambah, dari peralatan rumahtangga seperti kulkas, air conditioner, telepon genggam, audio pribadi, sampai computer yang telah dibuang oleh penggunanya.
  

Sejak abad ke-21,  sektor elektronik telah mengalami peningkatan yang signifikan dalam hal regulasi lingkungan. Meskipun demikian, mayoritas peraturan ini hanya berfokus pada syarat-syarat keamanan dan kualitas. Revolusi teknologi global adalah pemicu cepatnya peningkatan masalah mengenai e-waste. Kebutuhan akan daur ulang alat elektronik yang tidak lagi digunakan sangat mendesak, seiring dengan perkembangan masyarakat yang terus memproduksi software baru yang lebih kecil, lebih cepat dan efisien. Pembuangan e-wasteyang aman terhadap lingkungan telah menjadi isu penting selama beberapa dekade terakhir. Kemajuan teknologi dan peraturan di semua level, dapat mengubah daur ulang e-waste menjadi industri multi-miliar dolar. Keprihatinan lingkungan mengenai e-waste berasal dari banyaknya senyawa yang diketahui memiliki dampak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan makhluk hidup.

Pada tahun 1990an, pemerintahan Eropa, Jepang dan beberapa negara bagian dari Amerika Serikat telah memiliki ide tentang sistem institusi daur-ulang untuk e-waste. Namun, kapasitas yang dibutuhkan untuk menanganinya belum tersedia. Akibatnya mereka mulai mengekspor limbah tersebut ke negara-negara berkembang yang masih sangat kurang dalam aplikasi perlindungan buruh dan lingkungan. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya daur ulang e-wastedi negara-negara maju tersebut. Misalnya, biaya daur ulang monitor komputer saja, di Amerika Serikat harganya dapat mencapai 10 kali lipat daripada di Cina. Contoh pengiriman e-waste illegal telah terdeteksi oleh sejumlah organisasi non-profit seperti Basel Action Network (BAN). BAN telah mengidentifikasi dari pihak berwenang di Hong Kong bahwa diperkirakan ada 50-100 kontainer e-waste yang datang memasuki pelabuhan setiap harinya. Bahkan baru-baru ini, tepatnya pada bulan Maret 2010, Indonesia telah menerima 9 kontainer monitor CRT lama dari sebuah perusahaan daur ulang yang berlokasi di Massachusets.  
Share:

0 comments:

Post a Comment